Bagi sebagian orang, waktu itu sangat berharga. Sampai ada beberapa pepatah yang mengatakan; Time is Money, Time is Study, dan masih banyak lagi sebenarnya. Bahkan ada orang yang berani berkata, “waktu saya lebih berharga daripada uang saya”. Dan saya rasa kesemua itu tidak ada salahnya.
Waktu yang diberikan Allah kepada setiap manusia adalah sama. Tidak ada manusia yang diberi waktu lebih. Kalau pun ada yang diberi waktu lebih, maka itu sudah mengkhianati sifat Allah, Maha Adil. Dan saya rasa itu tidak akan terjadi karena saya masih merasa bahwa waktu yang diberikan masih sama.
60 detik dalam satu menit, 60 menit dalam satu jam, 24 jam dalam satu hari, 7 hari dalam seminggu, 12 bulan dalam satu tahun, dan 365 hari dalam satu tahun. Kesemua sama, bahkan saudara kita yang ada di belahan bumi bagian barat pun memiliki waktu yang sama.
Sekarang coba kita pikirkan permasalahan diri kita sebagai salah seorang warga negara Indonesia. Ada sebuah statement yang membuat saya sedikit merenung. Pendapat itu mengatakan bahwa “Toleransi keterlambatan orang Indonesia adalah 30 menit”. Dan yang membuat saya bingung, hal tersebut benar-benar terbukti dalam kehidupan sehari-hari kita.
Sebuah contoh nyata yang pernah saya alami, pernah saya mengadakan sebuah musyawarah di akhir kepengurusan sebuah organisasi. Nah kala itu, sidang (bentuk musyawarah yang kita gunakan adalah persidangan, yaitu ada dua pimpinan sidang yang memimpin forum) yang dilakukan tidak selesai dalam satu malam. Saat itu hari sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi, dan masih banyak pembahasan yang belum selesai. Maka dari itu ada salah seorang peserta sidang yang mengusulkan bahwa sidang lebih baik di pending, karena melihat kondisi peserta sidang yang sudah tidak kondusif lagi karena sebagian besar sudah terjangkit virus ‘ngantuk’.
Salah seorang peserta sidang kemudian menguslkan kepada forum agar sidang dipending sampai pukul 19.00. Karena dalam etika forum harus ada sebuah rasionalisasi ketika menawarkan ‘order’ (tawaran). Maka pimpinan sidang menanyakan rasionalisasi kepada yang bersangkutan.
Karena pimpinan sidang meminta rasionalisasi terhadap usulannya tersebut, dia kemudian memberikan rasionalisasinya sebagai berikut ;
“Biasanya, ketika sidang dipending sampai jam 19.00, peserta sidang yang datang baru sedikit. Nah, untuk mengantisipasi terlambatnya peserta sidang lainnya, maka saya usulkan pending sampai jam 19.00, jadi sidang bisa dimulai pukul 20.00 sambil menunggu peserta sidang lainnya datang.”
Karena forum menyepakati, maka persigangan pun dipending sampai jam 19.00, dan tahu apa yang terjadi kemudian?
Malam itu saya datang ke tempat persidangan setengah jam sebelum agenda persidangan dimulai. Saya mempersiapkan semua keperluan sidang termasuk berkas-berkas agar persidangan bisa segera di mulai. Namun sampai waktu pending yang ditentukan yaitu pukul 19.00, ternyata tidak ada peserta sidang yang datang. Bahkan yang lebih parah lagi adalah pimpinan sidang yang seharusnya datang tepat waktu pun belum ada ditempat.
Akhirnya saya harus menunggu peserta forum yang tak kunjung muncul. Bagi orang yang sudah membuat/memiliki jadwal agenda harian, ini merupakan hal yang sangat fatal. Karena bergesernya satu agenda maka kegiatan lain yang sudah direncanakan juga akan bergeser. Hal ini jelas akan merusak daftar agenda yang telah dibuat sebelumnya.
Wasting time, begitulah kira-kira kata yang tepat untuk menyebutkan kondisi di atas. Karena mungkin orang Indonesia mempunyai lebih banyak waktu daripada yang dimiliki warga negara lainnya, maka warga Indonesia sangat boros dengan waktu yang dimilikinya. Sehingga untuk datang tepat waktu ke dalam sebuah acara/kegiatan saja terlambat.
Mungkin bagi kita yang mempunyai banyak waktu it’s no problem. Namun bagi kita yang hanya memiliki banyak waktu, itu adalah sebuah permasalahan yang besar. Karena dengan waktu yang berkurang untuk hal-hal tidak penting, itu akan mengurangi produktifitas kita.
Waktu memang benar-benar sangat mahal, bahkan waktu itu tidak bisa dibeli. Kalau anda tidak percaya, tanyakan kepada Valentino Rossi, Apa yang terjadi kalau dia menyelesaikan kualifikasi dalam waktu 1 menit saja dari waktu yang diharapkan. Kalau saya boleh mewakili Rossi, maka saya akan menjawabnya.
“Ya jelas akan memulai race dengan posisi terbelakang. Dan butuh usaha yang teramat keras untuk menjadi yang nomor satu dalam suatu race.”
Itu baru satu menit saja. Bayangkan jika Valentino Rossi bisa membeli waktu, maka dia tidak perlu untuk bersusah-payah untuk menjalani kualifikasi. Dia hanya perlu untuk memberi uang kepada si Penjual Waktu agar dia bisa memulai balapan di posisi paling depan. Sayangnya Penjual Waktu tidak pernah ada di dunia ini.
Kita harus sadari, betapa kita sering menyia-nyiakan waktu yang kita miliki. Kita menghabiskan waktu 24 jam sehari untuk hal-hal yang tidak produktif. Padahal bagi mereka yang mampu memanfaatkan waktu itu, mereka bisa mencapai di titik paling atas kesuksesan, namun bagi mereka yang tidak mau memanfaatkan waktu pasti akan stagnan dan tidak bergerak kemana-mana.
Begitulah, terkadang kita merasa bahwa kita tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan suatu hal. Padahal kita tahu, bahwa sebenarnya orang yang tidak ada kerjaan adalah orang yang selalu tidak punya waktu. Dan orang yang sibuk adalah orang yang selalu ada waktu. Perbedaan dari keduannya sebenarnya terletak pada menejemen waktu yang mereka gunakan.
Jadi bagi kamu-kamu yang ingin sukses dalam bidang yang sekarang kamu geluti, jangan boros-boros dengan waktu. Waktu hanya 24 jam sehari, 7 minggu satu jam dan 365 hari dalam setahun. Pernah membayangkan usia anda sekarang? Apa yang sudah anda capai sampai pada usia itu? Cobalah renungkan sejenak.
Waktu yang diberikan Allah kepada setiap manusia adalah sama. Tidak ada manusia yang diberi waktu lebih. Kalau pun ada yang diberi waktu lebih, maka itu sudah mengkhianati sifat Allah, Maha Adil. Dan saya rasa itu tidak akan terjadi karena saya masih merasa bahwa waktu yang diberikan masih sama.
60 detik dalam satu menit, 60 menit dalam satu jam, 24 jam dalam satu hari, 7 hari dalam seminggu, 12 bulan dalam satu tahun, dan 365 hari dalam satu tahun. Kesemua sama, bahkan saudara kita yang ada di belahan bumi bagian barat pun memiliki waktu yang sama.
Sekarang coba kita pikirkan permasalahan diri kita sebagai salah seorang warga negara Indonesia. Ada sebuah statement yang membuat saya sedikit merenung. Pendapat itu mengatakan bahwa “Toleransi keterlambatan orang Indonesia adalah 30 menit”. Dan yang membuat saya bingung, hal tersebut benar-benar terbukti dalam kehidupan sehari-hari kita.
Mindset Dalam Diri Yang salah
Hal yang paling saya salahkan ketika mendengar toleransi keterlambatan warga negara kita adalah 30 menit adalah mindset. Karena saya percaya, bahwa ketika kita meyakini hal di atas, maka hal di atas akan benar-benar terjadi.Sebuah contoh nyata yang pernah saya alami, pernah saya mengadakan sebuah musyawarah di akhir kepengurusan sebuah organisasi. Nah kala itu, sidang (bentuk musyawarah yang kita gunakan adalah persidangan, yaitu ada dua pimpinan sidang yang memimpin forum) yang dilakukan tidak selesai dalam satu malam. Saat itu hari sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi, dan masih banyak pembahasan yang belum selesai. Maka dari itu ada salah seorang peserta sidang yang mengusulkan bahwa sidang lebih baik di pending, karena melihat kondisi peserta sidang yang sudah tidak kondusif lagi karena sebagian besar sudah terjangkit virus ‘ngantuk’.
Salah seorang peserta sidang kemudian menguslkan kepada forum agar sidang dipending sampai pukul 19.00. Karena dalam etika forum harus ada sebuah rasionalisasi ketika menawarkan ‘order’ (tawaran). Maka pimpinan sidang menanyakan rasionalisasi kepada yang bersangkutan.
Karena pimpinan sidang meminta rasionalisasi terhadap usulannya tersebut, dia kemudian memberikan rasionalisasinya sebagai berikut ;
“Biasanya, ketika sidang dipending sampai jam 19.00, peserta sidang yang datang baru sedikit. Nah, untuk mengantisipasi terlambatnya peserta sidang lainnya, maka saya usulkan pending sampai jam 19.00, jadi sidang bisa dimulai pukul 20.00 sambil menunggu peserta sidang lainnya datang.”
Karena forum menyepakati, maka persigangan pun dipending sampai jam 19.00, dan tahu apa yang terjadi kemudian?
Malam itu saya datang ke tempat persidangan setengah jam sebelum agenda persidangan dimulai. Saya mempersiapkan semua keperluan sidang termasuk berkas-berkas agar persidangan bisa segera di mulai. Namun sampai waktu pending yang ditentukan yaitu pukul 19.00, ternyata tidak ada peserta sidang yang datang. Bahkan yang lebih parah lagi adalah pimpinan sidang yang seharusnya datang tepat waktu pun belum ada ditempat.
Akhirnya saya harus menunggu peserta forum yang tak kunjung muncul. Bagi orang yang sudah membuat/memiliki jadwal agenda harian, ini merupakan hal yang sangat fatal. Karena bergesernya satu agenda maka kegiatan lain yang sudah direncanakan juga akan bergeser. Hal ini jelas akan merusak daftar agenda yang telah dibuat sebelumnya.
Wasting time, begitulah kira-kira kata yang tepat untuk menyebutkan kondisi di atas. Karena mungkin orang Indonesia mempunyai lebih banyak waktu daripada yang dimiliki warga negara lainnya, maka warga Indonesia sangat boros dengan waktu yang dimilikinya. Sehingga untuk datang tepat waktu ke dalam sebuah acara/kegiatan saja terlambat.
Mungkin bagi kita yang mempunyai banyak waktu it’s no problem. Namun bagi kita yang hanya memiliki banyak waktu, itu adalah sebuah permasalahan yang besar. Karena dengan waktu yang berkurang untuk hal-hal tidak penting, itu akan mengurangi produktifitas kita.
Waktu memang benar-benar sangat mahal, bahkan waktu itu tidak bisa dibeli. Kalau anda tidak percaya, tanyakan kepada Valentino Rossi, Apa yang terjadi kalau dia menyelesaikan kualifikasi dalam waktu 1 menit saja dari waktu yang diharapkan. Kalau saya boleh mewakili Rossi, maka saya akan menjawabnya.
“Ya jelas akan memulai race dengan posisi terbelakang. Dan butuh usaha yang teramat keras untuk menjadi yang nomor satu dalam suatu race.”
Itu baru satu menit saja. Bayangkan jika Valentino Rossi bisa membeli waktu, maka dia tidak perlu untuk bersusah-payah untuk menjalani kualifikasi. Dia hanya perlu untuk memberi uang kepada si Penjual Waktu agar dia bisa memulai balapan di posisi paling depan. Sayangnya Penjual Waktu tidak pernah ada di dunia ini.
Kita harus sadari, betapa kita sering menyia-nyiakan waktu yang kita miliki. Kita menghabiskan waktu 24 jam sehari untuk hal-hal yang tidak produktif. Padahal bagi mereka yang mampu memanfaatkan waktu itu, mereka bisa mencapai di titik paling atas kesuksesan, namun bagi mereka yang tidak mau memanfaatkan waktu pasti akan stagnan dan tidak bergerak kemana-mana.
Begitulah, terkadang kita merasa bahwa kita tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan suatu hal. Padahal kita tahu, bahwa sebenarnya orang yang tidak ada kerjaan adalah orang yang selalu tidak punya waktu. Dan orang yang sibuk adalah orang yang selalu ada waktu. Perbedaan dari keduannya sebenarnya terletak pada menejemen waktu yang mereka gunakan.
Jadi bagi kamu-kamu yang ingin sukses dalam bidang yang sekarang kamu geluti, jangan boros-boros dengan waktu. Waktu hanya 24 jam sehari, 7 minggu satu jam dan 365 hari dalam setahun. Pernah membayangkan usia anda sekarang? Apa yang sudah anda capai sampai pada usia itu? Cobalah renungkan sejenak.
0 komentar:
Posting Komentar